Nama : Nur Fatoni
Prodi : Teknologi Informasi
NIM : 1002230075
Resensi Buku Bumi Manusia
Judul Buku : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
Tahun Terbit : 1980
Jumlah Halaman : 535 halaman
Pramoeya Annanta Toer atau akrab disapa Pram merupakan salah satu penulis yang terkenal pada masa pendudukan jepang, ia adalah seorang juru ketik di LKBN ANTARA dan merupakan anak pertama dari Kepala Sekolah Institut Budi Oetomo. Pram merupakan penulis besar di indonesia dibuktikan dengan karyanya yaitu 50 karya dan sudah diterjemahkan kedalam 41 bahasa .
Novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dengan judul Bumi Manusia ini menceritakan perjuangan perempuan pada masa hindia belanda dimana pada masa itu kasta dan struktur sosial masih dibedakan antaran pribumi, indo, dan eropa. Nyai Ontosoroh merupakan perempuan yang memiliki masalalau kelam yaitu dirinya sewaktu kecil pernah dinikahkan paksa kepada seorang eropa oleh orang tuanya demi mendapatkan sebuah jabatan meskipun dari pernikahan ini Nyai Ontosoroh mendapkan keuntungan mulai dari diajari baca tulis oleh eropa tersebut dan juga cara kelola perusahaan dan pabrik.
Nyai mempunyai dua anak dari hasil pernikahannya dengan Herman Mellema seorang eropa yang menikahinya, anak Nyai bernama Robert dan Annelies Mellema dimana kedua anak ini memiliki kepribadian yang bertolak belakang disisi Robert ingin menjadi seorang eropa seutuhnya dan membenci pribumi sedangkan Annelies Mellema berbeda 180 derajat, Annelies Mellema ingin menjadi pribumi sejati seperti ibunya Nyai Ontosoroh.
Kemudian sosok Minke yaitu menantu dari Nyai Otosoroh seorang pemuda pribumi yang dengan kejeniusanya dapat menempuh pendidikan di Hogere Burgerschool disingkat HBS dimana sekolah itu adalah sekolah khusus untuk eropa, dan indo yang kala itu cukup terkenal dengan tulisan tulisannya dengan nama pena Max Tollenaar.
Konflik pada saat itu dimulai saat Herman Mellema suami dari Nyai Ontosoroh dibuhun di rumah bordir, dimana hal ini menyebabkan Nyai Ontosoroh tak berkutik dengan hubum kolonial Belanda kala itu, dimana didalam hukum dia tak pernah menjadi istri sah Herman Mellema melainkan hanyalah gundik dan tak punya hak atas perusahaan suami nya bahkan hak atas anak-anaknya. Minke dan Nyai Ontosoroh berkolaborasi untuk memenangkan kasus tersebut dimana tak mudah melawan hukum kolonial Belanda lagi-lagi Nyai hanyalah seorang pribumi, tudingan demi tudingan, celaan demi celaan ditujukan ke Nyai Ontosoroh tetapi Nyai Ontosoroh tetap tidak menyerah.
Namun pribumi tetaplah pribumi, Nyai Ontosoroh tidak bisa berkutik dari hukum kolonial Belanda, ia kalah salam pengadilan dan harus merelakan Annelies Mellema di pulangkan ke belanda ke tempat istri sah dari Herman Mellema. Nyai Ontosoroh jatuh sedih dan meratap begitu juga dengan Minke yang pernikahanya tak dianggap sah oleh hukum Belanda dan harus merelakan istrinya Annelies Mellema pergi. Mereka mengantar kepergian Annelies Mellema dengan penu duka tak mampu dibendung air mata bak sungai deras mengalir kasih sayang dari seorang ibu dan suami, namun apa daya tanah sendiri di bangsa sendiri pribumi mengalami diskriminasi yang sangat frontal sehingga dalam mata hukum kolonial Belanda mereka tak bisa berkutik dan berbuat banyak.
Novel ini sangat kompleks dengan diksi dan bahasa yang sangat baik, mengangkat isu politik, budaya, sosial, dan ideologi yang mampu membuat pembaca merasakan apa yang tokoh dalam novel ini rasakan, disisi lain kisah asmara di dalam novel ini membuat perasaan pembaca dibuat terombang ambing bak ombak di laut.
Syarat UAS :