Tidak ada kata terlambat untuk belajar

Resensi Buku Tarian Bumi by Oka Rusmini

Nama     : Nur Fatoni

Prodi      : Teknologi Informasi

NIM       : 1002230075


Resensi Buku Tarian Bumi

Judul Buku : Tarian Bumi

Penulis : Oka Rusmini

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2007

Halaman : 177 Halaman

ISBN : 978-602-03-3915-3 




Novel berjudul “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini merupakan novel yang sangat menginspirasi dimana novel ini mengangkat tema yang fokus pada permasalahan adat dan sosial yang terjadi di Bali. Novel ini berkisah tentang perjuangan perempuan Bali untuk mencapai kesetaraan dan hak dalam kehidupan laki-laki dan perempuan, tanpa memandang kasta. Novel ini menggambarkan permasalahan sosial yang terjadi di Bali, seperti perlakuan tidak adil terhadap tokoh perempuan dan kemiskinan akibat perbedaan kasta. Novel ini menggunakan alur campuran yang bergerak maju mundur dan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Konflik dalam novel ini berfokus pada tiga tokoh perempuan yang berbeda generasi, yaitu Sagra, Sekhar, dan Telaga, yang menimbulkan banyak masalah di waktu berbeda.

Sesuai dengan judulnya, novel ini bercerita tentang seorang penari Bali berbakat bernama Luh Sekhar, yang berasal dari kasta Sudra (kasta terendah dalam masyarakat Bali) dan berdoa kepada Tuhan atas keinginannya untuk menikah dengan seorang Brahmana. Itu akan menjadi kenyataan. Sebab, menurut Ru Sekhar, jika berhasil menikah dengan seorang Brahmana, maka status keluarganya akan membaik dan kehidupannya menjadi lebih baik. Berkat doa dan usaha Sekhar, akhirnya ia bisa menikah dengan bangsawan Aida Bagus Ngurah Pidada. 

Ida Bagus Ngula Pidada merupakan anak dari pasangan bangsawan Ida Bagus Tuguru dan Ida Ayu Sagla Pidada. Bahkan, orang tuanya, khususnya ibunda Ida Bagus Ngurah Pidada, sangat menentang pernikahan putranya dengan Luh Sekhar. Sebab, orang tua Aida Bagus Ngurah Pidada ingin anaknya menikah dengan perempuan yang kastanya sama. Setelah Luh Sekar menikah, hidupnya berubah dan ia harus meninggalkan kebiasaannya, dan Luh Sekar harus mengganti namanya menjadi Jero Kenanga dan melepaskan semua yang telah membesarkannya. Ia harus membiasakan diri dengan nama barunya, Jero Kenanga. Ni Luh Sekhar, seorang wanita Sudra, menghilang.

Kini kelahiran kembalinya sebagai manusia kasta terhormat telah dimulai. Itulah pengorbanan yang harus dilakukan Luh Sekar, dan ia tidak menghilangkan kebiasaan lama begitu saja. Namun ia juga kehilangan dunia yang pernah berkontribusi pada kesempurnaan bentuk kewanitaannya. Wanita harus mulai menciptakan dunia baru, dan sekarang Luh Sekhar berada di peringkat atas semua Sudra dan bahkan di atas ibunya sendiri. Pernikahan Luh Sekhar dan Aida Bagus Ngurah Pidada menghasilkan seorang putri bernama Ida Ayu Telaga Pidada. Saat Teraga beranjak dewasa, ia harus melewati masa-masa tersulit. Banyak pertanyaan tentang hubungan antara pria dan wanita yang selalu muncul pada masa itu. Menurut Teraga, orang-orang di rumah itu hanya menekankannya dan menjadikannya seperti buku kosong yang ditulis terburu-buru. Di mata Teraga, kedua wanita di rumah itu seolah telah menyesatkannya. Saat Jero Kenanga masuk ke kamar Teraga, neneknya pasti akan memandangnya dengan tidak setuju dan berkata, "Apa saja yang dilakukan Kenanga di kamarmu?" "Hati-hati jika kau mendengar nasihatnya. Jangan-jangan didikannya akan membuatmu sesat!". Ibunya pun sering memberinya nasihat yang aneh, dengan mengatakan, "Harus hati-hati mendengar nasihat tuniangmu (nenekmu)". Gadis itu tak punya banyak pengalaman. Dia adalah seorang bangsawan yang selalu menjalani kehidupan kaya dari masa kanak-kanak hingga saat ini. Tidak ada kesulitan dalam hidupnya. Pengalaman hidupnya sangat buruk. Tidak ada hal menarik yang bisa dijadikan nasihat hidup. Meme (Ibu dalam bahasa Bali) menderita. Ada kalanya meme tidak makan selama sehari. Tak perlu dikatakan lagi bahwa dia adalah wanita yang terasing. Suara Jero Kenanga terkadang terdengar seperti harapan yang perlu ditebus Teraga demi mencari nafkah.

Jadi Telaga jatuh cinta pada Wayan Sashmita (teman penari Telaga) yang berasal dari kasta Sudra dan mempunyai bakat menggambar. Telaga sudah menyukai laki-laki ini sejak kecil, Telaga tumbuh bersama Wayang Sashmita, Wayan sering ke rumahnya menemui Ida Bagus Ketu Pidada (kakek Telaga), Tukakiang
(Kakek dalam bahasa Bali) sudah menganggap Wayan sebagai anak angkat. Seiring berjalannya waktu, perasaan yang selama ini Teraga sembunyikan di dalam hatinya semakin membesar, dan untungnya ternyata Wayan juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Teraga. Kehidupan Teraga sangat rumit. Pasalnya, ia harus menggambarkan konsekuensi cintanya pada Wayan, lelaki Sudra dimana Teraga harus melepaskan kebangsawanannya dan kehidupannya saat ini.

Pernikahan Telaga dan Wayan awalnya tidak disetujui oleh orang tua mereka. Mereka khawatir pernikahan Telaga dan Wayan akan menjadi contoh buruk bagi Ida Ayu lainnya dan mempermalukan keluarga Griya Brahmana. Namun ternyata pernikahan Telaga dan Wayan dilangsungkan karena suatu alasan. Pernikahan mereka seumuran dengan biji jagung, namun sayang Wayan menderita penyakit jantung sejak dini dan ditemukan tewas di studio lukisnya. Melalui pernikahannya dengan Wayan, Telaga dikaruniai seorang putri bernama Luh Sali.

Sepeninggal suaminya, kehidupan Telaga dan Luh Sali menjadi sulit karena berulang kali diganggu oleh kakak iparnya. Belakangan, Luh Gumbreg (ibu mertua Teraga) menyarankan Teraga untuk melakukan ritual Patiwangi. Tujuan dari ritual ini adalah untuk melepaskan status Brahmana dan terbebas dari permasalahan. Akhirnya Teraga melakukan ritual di rumah dan ia berubah total menjadi wanita Sudra.

Penulis berhasil melibatkan banyak pembaca dalam kehidupan para tokohnya, seolah menghipnotis mereka dan menarik mereka ke dalam novel. Novel ini membuka mata kita terhadap perjuangan perempuan untuk kesetaraan.

Bagi kita di luar Bali yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kehidupan masyarakat Bali, banyak hal yang bisa dipelajari dari novel ini. Novel ini menambah gambaran baru, memberikan pemahaman tentang sistem kasta dan budaya masyarakat Bali, serta berani mengangkat tema dan topik yang tabu bagi sebagian masyarakat. 


Syarat UAS :



Nama saya Nur Fatoni, saya suka bermain alat musik. Blog ini jadi media bagi saya untuk sharing pengetahuan saya dan juga ajang saya buat memperdalam apa yang sudah saya pelajari.

Posting Komentar

© NUR FATONI. All rights reserved. Premium By Raushan Design